Rabu, 04 Agustus 2010

Redenominasi Rupiah, akankah mendatangkan perubahan?

Assalamu'alaikum, Selamat pagi!

Berita tentang Redenominasi rupiah cukup hangat dibahas beberapa hari ini. Seperti berita pagi ini yang menyebutkan bahwa Redenominasi rupiah hanya akan memicu kontroversi. Ya begitulah, banyak pendapat sana sini yang mengomentari akan hal ini. Mungkin karena cukup mencolok perubahannya, uang pecahan Rp.1000 menjadi Rp. 1, Rp. 2000 menjadi Rp. 2, Rp. 10000 menjadi Rp.10, dan pecahan rupiah lainnya yang berlaku saat ini dikurangi jumlah nol nya sebanyak 3.

Terkait akan hal itu, pihak BI (Bank Indonesia) sebagai pihak terkait pun memberikan penjelasannya.Berikut penjelasan dari pihak BI yang saya kutip dari harian seputar indonesia online.

Pjs Gubernur BI Darmin Nasution (kanan) dan Deputi Gubernur BI Budi Rochadi memberikan keterangan pers tentang redenominasi di Jakarta, kemarin.

JAKARTA(SI) – Wacana Bank Indonesia (BI) menyederhanakan pecahan mata uang (redenominasi) rupiah memicu kontroversi.Sebagian kalangan merespons positif redenominasi rupiah,sebagian lainnya menentang rencana itu. Kepala Ekonom Bank Mandiri Mirza Adityaswara berpendapat redenominasi rupiah tidak perlu dilakukan lantaran tidak bermanfaat bagi fundamental perekonomian Indonesia.BI sebaiknya fokus pada langkah-langkah nyata memperbaiki perekonomian nasional.

“BI lebih baik fokus menurunkan inflasi daripada merencanakan redenominasi,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta kemarin. BI menilai sudah saatnya melakukan redenominasi rupiah demi menghindari kerugian di masa depan akibat nilai transaksi yang semakin besar, melampaui sistem penghitungan. Bank sentral beralasan, uang pecahan terbesar Indonesia, Rp100.000, merupakan yang terbesar kedua di dunia, setelah Vietnam dengan pecahan terbesar 500.000 dong.

Bila memperhitungkan Zimbabwe, yang pernah mencetak pecahan 100 miliar dolar, pecahan Rp100.000 menempati urutan ketiga terbesar.Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Semisal terjadi redenominasi tiga digit (3 angka 0), maka Rp1.000 menjadi Rp1. Nantinya pecahan mata Rp1 yang baru setara dengan denominasi Rp1.000 yang lama.

Sebagai contoh,bila harga premium dengan pecahan lama dibeli seharga Rp4.500 per liter, dengan pecahan baru cukup dibeli dengan uang Rp4,5.BI mengklaim redenominasiakanmendorongefisiensidalam pencatatan pembukuan maupun dalam transaksi sehari-hari. Ekonom Tony Prasetiantono menganggap ide redenominasi sebenarnya hal bagus.

Tapi syarat untuk mencapai hal itu sangat berat, akhirnya dia pesimistis jalan redenominasi bisa mulus. Selain faktor kepercayaan masyarakat yang naik turun, tingkat pemahaman masyarakat terhadap redenominasi juga belum memadai.“ Kalau masalah istilah saja sudah ribet, bagaimana menyosialisasi kannya,” kata Tony. Pengamat pasar uang, Farial Anwar,mengatakan redenominasi rupiah merupakan sesuatu yang positif karena pecahan rupiah saat ini sudah sangat besar jika dibandingkan mata uang lain.

“Pecahan yang besar menyulitkan karena jika kita hitung dengan kalkulator saja sudah tidak cukup,” katanya. Pemberlakuan kebijakan ini harus dipersiapkan secara matang. Perlu ada periode peralihan yang panjang.“Apalagi tidak semua masyarakat paham,”tuturnya. Wakil Presiden (Wapres) Boediono meminta masyarakat tenang dalam menyikapi prokontra wacana redenominasi rupiah.

Dia menegaskan bahwa redenominasi rupiah masih berupa studi yang dilakukan oleh BI.Pemerintah pun belum berencana melakukan kebijakan itu. “Studi ini belum final, masih berlanjut. Selesainya berapa lama, kita belum tahu. Saat ini saya kira yang paling penting bagi kita adalah menjaga ketenangan, kestabilan dari situasi ekonomi kita,” ujar Boediono dalam keterangan pers di kantornya.

Perlu 10 Tahun 

Bank Indonesia memperkirakan kebijakan redenominasi rupiah memakan waktu 10 tahun.Jangka waktu tersebut dianggap cukup untuk sosialisasi sekaligus penarikan semua uang rupiah lama. BI meyakinkan bahwa kebijakan baru ini tidak akan merugikan siapa pun,sehingga masyarakat tidak perlu risau atas wacana redenominasi. “Perlu 10 tahun dari sekarang untuk menjalankan redenominasi ini. Kami meminta masyarakat tidak risau dan meresahkan kebijakan ini,” ujar Pjs Gubernur BI Darmin Nasution dalam keterangan pers di Gedung BI, Jakarta, kemarin.

Redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemangkasan nilai uang. Redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi stabil dan menuju arah lebih sehat. Adapun sanering dilakukan dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat, terutama apabila terjadi hiperinflasi. Dalam redenominasi, Darmin menjelaskan,baik nilai uang maupun barang hanya dihilangkan beberapa angka nolnya. Artinya, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran uang.

Redenominasi diharapkan dapat menyederhanakan sistem akuntansi dan pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian. BI menganggap kebijakan tersebut sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional dalam menghadapi tantangan ke depan berupa integrasi perekonomian nasional.Apalagi Indonesia segera bergabung dengan ASEAN Economic Community pada 2015 dan ASEAN Single Currency.

Dengan langkah redenominasi, mata uang Indonesia akan setara dengan negara-negara lain, khususnya negara-negara di ASEAN. Menurut Darmin, kebijakan serupa pernah dilakukan Turki saat akan bergabung dengan masyarakat Uni Eropa beberapa tahun lalu. “Selain Indonesia,Vietnam juga akan melakukan hal serupa. Di Vietnam pecahan uangnya juga tinggi. Hal yang sama terjadi di Zimbabwe, tapi negara tersebut gagal melakukan redenominasi,” ujar mantan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan ini.

BI menganggap keberhasilan redenominasi memerlukan beberapa syarat, antara lain ekspektasi inflasi berada di kisaran rendah dan pergerakannya stabil serta ada jaminan terhadap stabilitas harga. Kebijakan itu juga membutuhkan kesiapan masyarakat. Deputi Gubernur BI Bidang Sistem Pembayaran Budi Rochadi mengatakan, ide redenominasi sebenarnya telah muncul sejak 5–6 tahun lalu,tapi baru dikaji intensif selama dua tahun belakangan.

Indonesia pernah melakukan redenominasi pada tahun 1966 sebanyak 3 nol,yaitu dari Rp1.000 menjadi Rp1. “Namun kondisi saat itu sedang inflasi tinggi, sehingga gagal,” ungkap Budi. Pada 1966 itu juga BI melakukan sanering, yakni pemotongan uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat.“Sehingga Indonesia pernah melakukan satu kali sanering dan satu kali redenominasi. Saat ini kita sedang mengusulkan wacana redenominasi lagi karena inflasi sudah terkendali,” tambahnya.

Namun, lanjut Budi, karena redenominasi merupakan kebijakan politik, BI tidak dapat memberlakukan kebijakan ini sendirian. Rancangan wacana ini akan diusulkan BI dalam bulan ini ke Presiden. Jika mulus, rancangan redenominasi akan diserahkan ke DPR. Rancangan itu termasuk berapa besar penyederhanaan angka nol yang akan dikurangi.Walau begitu, BI belum mengetahui berapa banyak nol yang akan dikurangi, apakah tiga atau empat dan seterusnya.

“Tapi angka nol tersebut akan resmi dipotong paling cepat 2013,”katanya. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa memastikan redenominasi rupiah masih sebatas wacana. Pemerintah bahkan mengaku tidak memiliki agenda membahas redenominasi dengan BI.“Tidak ada agenda dari pemerintah sama sekali untuk redenominasi, tidak ada pula agenda program terkait yang dibahas bersama BI,”katanya. Hatta menegaskan wacana redenominasi rupiah masih memerlukan kajian dan membutuhkan waktu yang panjang untuk sosialisasi.

“Saya tidak mau berpolemik soal itu, tidak ada agenda pemerintah maupun program yang dibahas dengan BI soal itu.Kalau ini jadi wacana di BI, ya bisa saja, kalau ada (masuk agenda pemerintah) perlu waktu yang panjang,” ujarnya. Dia mengatakan agenda mengenai redenominasi rupiah tidak masuk dalam masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II. Redenominasi baru wacana yang sedang dikembangkan oleh BI.

“Kalau wacana ini sedang dikembangkan, bukan berarti (wacana itu) segera dijalankan,”ujarnya. Menurut dia, redenominasi yang dilakukan BI bukan merupakan pemotongan nilai mata uang (sanering) seperti yang pernah terjadi pada masa Orde Lama. Karena itu, dia mengharapkan masyarakat tidak berspekulasi sebelum ada keputusan yang tepat mengenai hal tersebut.

“Jangan dipolemikkan,jangan dispekulasikan, tidak ada. Jangan sampai, belum apa-apa masyarakat ada pikiran ini semacam sanering seperti waktu dulu,”ujarnya. Ketika dimintai komentar mengenai redenominasi rupiah,Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengaku belum tahu pasti wacana itu. Menkeu hanya menegaskan bahwa redenominasi rupiah tidak mungkin dilakukan.

“Redenominasi rupiah tidak mungkinlah,tapi akan kita bahas,”katanya. Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Fauzi Azis mengkhawatirkan adanya wacana redenominasi rupiah. Dia berharap BI bisa menjelaskan masalah redenominasi ini secara rinci agar polemik tidak timbul di tengah masyarakat. (didik purwanto/rarasati syarief/juni triyanto/bernadette lilia nova/sandra karina)

Begitulah penjelasan dari pihak Bank Indonesia, bagaimana menurut anda? yang jelas kita semua harus bersiap-siap akan hal ini.

wassalamu'alaikum
selamat berktifitas.         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar